Opini : Solidaritas dan Sportifitas Hanya Sepenggal Lirik
Oleh : Nadhifa Salsabila K
Sumber Foto : https://www.antaranews.com/foto/752566/aksi-solidaritas-untuk-suporter-meninggal
Aksi
supporter sepak bola Indonesia, kembali memakan korban. Kematian Haringga
Sarila, menambah daftar panjang dari 40
korban meninggal, menjadi 41 korban, dalam kurun waktu 17 tahun. Lagi –
lagi peristiwa tesrsebut kembali
terjadi akibat aksi beringas para
supporter, ketika laga pertandingan idola mereka beraksi.
Miris
memang, aksi pengeroyokan yang dilakukan oleh supporter tuan rumah dengan supporter
lawan mereka, yang datang ke kandang, seakan sudah menjadi budaya, di tengah pertandingan.
Kejadian naas yang terjadi terhadap korban, yang merupakan anggota club
supporter PERSIJA Jack Mania tersebut berlangsung pada hari Minggu 23/09/18.
Korban yang sedang berjalan masuk ke dalam studio GBLA tersebut, tiba – tiba
saja dikejar oleh sekumpulan Bobotoh (sebutan bagi suporter Persib) yang
mengetahui identitasnya sebagai Jack Mania.
Para
Bobotoh tersebut, langsung menyerbu Haringga dan mengeroyoknya. Tak hanya
dengan tangan kosong, diketahui pihak kepolisian dari rekaman kamera pengawas,
korban juga nampak dipukuli oleh senjata tumpul, hingga senjata tajam.Setelah
sempat terus berusaha melindungi dirinya, dengan menaruh kedua telapak
tangganya di atas kepala, korban masih terus dipukuli hingga korban ambruk.
Aksi tersebut baru berhenti ketika polisi menembakan gas air mata ke arah
kerumunan tersebut. Korban sempat di larikan ke rumah sakit, namun nyawanya
sudah tak tertolong lagi.
Peristiwa
tersebut terasa benar – benar memprihatinkan apalagi mengingat ini bukan
kejadian pertama. Masih hangat, di ingatan masyarakat sebenarnya, bahwa pada
bulan Juni tahun 2017 lalu, seorang bobotoh bahkan tewas dikeroyok oleh sesama
pendukung PERSIB lainnya, karena disangka Jack Mania. Namun ternyata, kejadian
itu belum juga sepenuhnya membuka hati dan pikiran para pecinta sepak bola
tersebut. Budaya kekerasan yang digiring hampir pada setiap laga pertandingan idola
mereka, seakan tak bisa lagi terhindarkan.
Kita
sebagai masyarakat awam, hanya bisa menggeleng – gelengkan kepala melihat
terulang kembalinya peristiawa tersebut. Seakan tanpa dasar, masyarakat kembali
digiring rasa “bertanya – tanya” akan kejadian memilukan tersebut. “Mengapa
Keberingasan Diperlukan, dalam Aksi Dukung Idola Mereka di Lapangan Hijau?”
Hasil usut polisi menunjukkan pengeroyokan
masih belum di ketahui apa pemicunya. Namun, menurut saya, benang merah antara
peristiwa – peristiwa tersebut, seringkali sebenarnya terjadi karena pada satu
kesimpulan yaitu hilangnya solidaritas dan sportifitas.
Kalau menang solidaritas, kita galang
sportifitas Sepenggal lirik dari official song dari Asian Games lalu, kini terasa seperti
angin lalu. Mengucapkan memang terasa lebih mudah, ketimbang mempraktekkan apa
yang ducapkan tersebut.
Inilah
kondisi ketika organisasi melupakan fungsi Teori Komunikasi Administrasi,
dimana ketika seharusnya proses penyampaian pesan yang dilakukan secara timbal
balik antar anggota. Ketika seharusnya, tujuan para suporter sepak bola adalah
mendukung kemenangan maupun kekalahan pemain sepak bola idola mereka, seefesian
dan sefektif mungkin sebagai mana fungsi organisasi mereka. Padahal. Kestabilitasan
informasi dalam organisasi, penting adanya. Karena dengan begitu, penyesuaian
sikap antar bagian dalam organisasi akan tercipta.
Ramai
– ramai kita menyuarakan dua jargon tersebut di ajang olahraga internasional,
tetapi lupa bahwa keadaan persepak bolaan di dalam negeri, tengah kritis. Lupa,
dimana letak solidaritas dan sportifitasnya.
Komentar
Posting Komentar